Merdeka Belajar dan Ekonomi-Politik Pendidikan

PADA 24 Januari lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan program Merdeka Belajar: Kampus Merdeka. Masyarakat, khususnya yang menaruh perhatian terhadap pendidikan Indonesia, dapat mengunduh dan menyimak detail program tersebut pada laman www.kemendikbud.go.id. Setelah menyimak detail Merdeka Belajar: Kampus Merdeka, sesungguhnya program itu tidak terlepas dari era dan situasi disruptif yang terjadi saat ini. Situasi tersebut tampak melalui revolusi teknologi 4.0 yang mengedepankan teknologi big data. Perkara big data juga menjadi perhatian Presiden Jokowi saat memilih Nadiem sebagai menteri. Apa itu ekonomi-politik pendidikan? Mengapa big data menjadi alasan ekonomi-politik pendidikan? Apa gambaran tentang manusia, terutama peserta didik dan guru yang terlibat langsung dalam proses dan tujuan pendidikan, dalam bingkai teknologi big data? Ekonomi-politik pendidikan Pendulum pendidikan Indonesia pada periode kedua Presiden Jokowi tidak hanya berada pada posisi filosofis dari pendidikan, yakni mendidik manusia-manusia muda menjadi pribadi-pribadi beradab. Lebih dari itu, pendulum pendidikan semakin jelas bergeser posisi teknis-pragmatis, yakni pendidikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Artinya, pendidikan berlangsung dalam selubung motif ekonomi, yakni pemenuhan kebutuhan pasar akan tenaga kerja. Ekonomi-politik pendidikan yang demikian, bukan hal yang baru di Indonesia. Pemerintah saat ini menajamkannya lagi dengan cara menginisiasi teknologi big data untuk menggerakkan pendidikan. Dengan begitu, pendidikan menjadi salah satu lokomotif penggerak dan pemenuh motif ekonomi pasar kerja digital. Orientasi pendidikan yang demikian, dinyatakan oleh Nadiem secara terang-benderang dengan menggunakan istilah link and match pendidikan (Media Indonesia, 24/10/2019). Dengan kata lain, proses dan tujuan pendidikan harus bertautan erat dengan pemenuhan kebutuhan pasar tenaga kerja digital. Manusia dalam big data Dalam konteks pemenuhan kebutuhan pasar tenaga kerja itulah big data merupakan hal yang pasti. Jika dirunut jauh ke belakang, asal-usul big data berakar pada konsep data dalam epistemologi empiris. Epistemologi ini menyatakan bahwa data merupakan kumpulan fakta indrawi yang diperoleh melalui pengamatan atau observasi terhadap peristiwa, aktivitas, dan transaksi. Konsep itu menyingkapkan sebuah pandangan filosofis yang menyatakan bahwa kesadaran manusia bekerja berdasarkan data indrawi. Dengan cara kerja kesadaran seperti itulah dunia dapat ditelaah dan menghasilkan pengetahuan tentang dunia.

Sumber:

https://mediaindonesia.com/read/detail/289435-merdeka-belajar-dan-ekonomi-politik-pendidikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *